Demo antikudeta di Myanmar masih terus berlangsung. Lebih dari 400 orang tewas karena dibunuh oleh militer sejak kudeta 1 Februari lalu. Pemakaman para korban dilaksanakan pada Minggu (28/3/2021) kemarin.

Namun ternyata, malam sebelumnya, militer Myanmar menggelar pesta mewah pada Sabtu (27/3/2021) malam waktu setempat. Pesta militer mewah tersebut diadakan dalam rangka memperingati Hari Angkatan Bersenjata tahunan. Hari besar ini menjadi penanda dimulainya perlawanan militer Myanmar terhadap pendudukan Jepang pada tahun 1945.

Potret dari televisi pemerintah yang dibagikan di media sosial menunjukkan para pejabat militer, termasuk Min Aung Hlaing, yang tengah berkumpul. Mereka mengenakan seragam putih dan dasi kupu kupu. Para anggota militer berjalan di sepanjang karpet merah sambil tersenyum.

Kemudian, mereka duduk di meja besar untuk makan malam. Acara tersebut menuai kemarahan dari beberapa orang di media sosial, termasuk aktivis Burma, Maung Zarni. Zarni mengungkapkan protesnya melalui akun Twitter ya, @drzarni.

Halo dunia, kami #Myanmar tidak lagi memanggil atau melihat geng bersenjata yang dipimpin oleh Ma Aa La, Angkatan Bersenjata kami. Kami menyebutnya Naypydaw #Teroris. Hormati pandangan konsensus publik kita yang luar biasa.

Di pesta makan malam, para teroris ini memakai tuksedo ," tulisnya Minggu (28/3/2021). Sebelumnya, pada Sabtu (27/3/2021), militer mengadakan parade dan mendengar pidato dari Min Aung Hlaing. Dia mengatakan, dirinya ingin "menjaga demokrasi", tetapi juga memperingatkan adanya "tindakan kekerasan."

Dalam acara tersebut, hadir pula perwakilan dari Rusia, Cina, India, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, Laos, dan Thailand. Pada Minggu (28/3/2021) kemarin, keluarga korban mengadakan pemakaman untuk kerabatnya yang tewas dibunuh oleh militer Myanmar sehari sebelumnya. Satu di antaranya adalah keluarga Kyaw Win Maung.

Kyaw Win Maung tewas setelah ditembak mati di Mandalay. Ada pula Aye Ko, ayah empat anak, yang turut menjadi korban tewas. Keluarganya menyelenggarakan kebaktian untuk Aye Ko.

"Kami diberitahu oleh para tetangga bahwa Aye Ko ditembak dan dilempar ke dalam api," kata seorang kerabat kepada AFP via . "Dia satu satunya yang memberi makan keluarga, kehilangan dia adalah kerugian besar bagi keluarga," imbuhnya. Di kota Bago, seorang pelajar berusia 20 tahun juga menjadi korban tembak militer Myanmar.

Ia tewas akibat tembakan tersebut. "Saat kami [sedang] menyanyikan lagu revolusi untuknya, pasukan keamanan baru saja datang dan menembak kami," kata seorang wanita yang menjadi saksi penembakan. "Orang orang, termasuk kami, lari saat mereka melepaskan tembakan," lanjutnya.

Para kepala pertahanan dari belasan negara mengeluarkan pernyataan bersama yang mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh militer Myanmar. AS, Jepang, hingga Australia termasuk di antaranya. Mereka menandatangani sebuah pernyataan yang menyatakan "Seorang militer profesional mengikuti standar perilaku internasional dan bertanggung jawab untuk melindungi bukan merugikan orang orang yang dilayaninya."

Pemerintah Inggris juga mendesak semua warga negaranya di Myanmar untuk meninggalkan negara itu secepat mungkin. Kantor Luar Negeri, Persemakmuran dan Pembangunan (FCDO) mengatakan, saran tersebut disampaikan karena terjadi peningkatan kekerasan yang signifikan pada Sabtu (27/3/2021) lalu. "Kami sebelumnya menasihati warga negara Inggris untuk pergi kecuali mereka memiliki kebutuhan mendesak untuk tinggal," tambahnya.

Sementara itu, AS mengaku ngeri dengan pembunuhan yang dilakukan militer Myanmar. Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, menyebut militer "mengorbankan nyawa rakyat untuk melayani segelintir orang." Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengatakan bahwa dirinya "sangat terkejut" dengan kekerasan itu.

Sementara Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab, menyebutnya sebagai "titik terendah baru". Pelapor Khusus PBB, Tom Andrews, menyerukan pertemuan darurat internasional. Di sisi lain, hingga kini, China dan Rusia belum ikut serta dalam memberikan kritik kepada militer Myanmar.