Grup lawak legendaris Srimulat kini hadir di layar lebar lewat film bertajuk Srimulat: Hidup Memang Komedi, film ini merupakan film srimulat babak 2. Film komedi nostalgia ini mengisahkan perjalanan para anggota Srimulat merintis karier di Jakarta pada tahun 1950an.  Dibintangi sederet aktor papan atas tanah air, film arahan sutradara Fajar Nugros ini berhasil menggambarkan lika-liku perjuangan para legenda komedi negeri ini. Mulai dari kendala bahasa, konflik internal, hingga berbagai cobaan menghadapi ibu kota.

Yang memerankan sosok Gepeng adalah aktor Juan Bio One. Ia berhasil memerankan Gepeng dengan sangat apik dan lucu. Sebagai Royani ada aktris cantik Indah Permatasari yang juga sukses membawakan karakter judes tapi lembut hati Royani. Erick Estrada juga patut diacungi jempol memerankan sosok banci Tessy. Ia sangat totalitas berakting demi menghidupkan karakter ikonik Tessy di film ini. Erick bahkan rela berdandan ala banci lengkap dengan pakaian minim dan polesan makeup tebal demi perannya ini. Selain ketiga aktor utama tersebut, sederet bintang tanah air lainnya turut meramaikan film Srimulat satu ini. Sebut saja Elang El Gibran sebagai Basuki, Dimas Anggara sebagai Timbul, dan Teuku Rifnu sebagai Asmuni.  Ada juga Zulfa Maharani yang memerankan sosok Nunung, serta Morgan Oey sebagai Paul. Mereka semua berhasil menghidupkan karakter-karakter Srimulat dengan sangat baik dan mengundang tawa. Salah satu yang paling mencolok adalah aktris Erika Carlina yang berperan sebagai Bu Djudjuk. Ia rela menaikkan berat badan hingga 10 kg demi peran ini. Berkat dedikasinya, Erika sukses tampil maksimal seperti Djudjuk asli di film ini.

Selain para pemainnya, alur cerita dalam Srimulat: Hidup Memang Komedi sangat menarik untuk disimak. Film ini menggambarkan perjuangan para anggota Srimulat yang baru merantau ke Jakarta untuk mengadu nasib. Mereka dihadapkan pada banyak kendala, mulai dari masalah bahasa daerah Jawa yang sulit dimengerti orang Jakarta. Para anggota Srimulat ini juga harus beradaptasi dengan budaya urban Jakarta yang sangat berbeda dengan Solo. Konflik internal pun terjadi, seperti kisah cinta segitiga antara Gepeng, Royani, dan Basuki. Perselisihan mereka sempat membuat grup amburadul sebelum akhirnya berbaikan kembali.

Masalah datang silih berganti, seperti Tessy yang harus masuk penjara gara-gara dikira melakukan perbuatan asusila. Semua cobaan ini tak lantas mematahkan semangat Srimulat untuk terus berkarya. Bumbu nostalgia dan humor khas lawakan Srimulat sangat kental terasa menonton film ini. Penggemar lawakan mereka pasti akan sangat menikmati semua lelucon dan kelucuan para pemain di film ini. Sang sutradara Fajar Nugros pun berhasil mengemas kisah perjalanan grup lawak ini dengan apik. Dengan sentuhan dramatis di sana-sini, film ini jadi bukan sekadar komedi biasa, tapi juga mengharukan.

Penonton diajak menyelami sisi emosional dan perjuangan para anggota Srimulat di balik semua lelucon mereka. Ini yang membuat nonton Srimulat: Hidup Memang Komedi jadi pengalaman menghibur sekaligus menginspirasi. Secara keseluruhan, film ini sangat recommended untuk ditonton keluarga atau pun penggemar komedi. Selain bisa terhibur dengan akting dan lelucon para bintangnya, penonton juga bisa belajar tentang perjuangan sebuah grup lawak negeri ini merintis karier.

Sangat menarik menyimak bagaimana Srimulat yang nuansa humornya sangat kental Jawa dan Solo, bisa eksis hingga jadi legenda di ibukota. Ini membuktikan lelucon yang lucu dan akting yang bagus bisa diterima lintas budaya dan usia.

 

Dengan raihan lebih dari 5 juta penonton di bioskop, film Srimulat: Hidup Memang Komedi patut diacungi jempol sebagai salah satu karya komedi Indonesia terbaik. Semoga film ini bisa terus menginspirasi generasi muda untuk berkarya di belantika perfilman tanah air.